Tuesday, March 30, 2010

Lionel

Lionel hidup dalam mimpinya. Ia terbangun, hanya untuk mengetahui bahwa ia masih bermimpi. Ia lelah, matanya sayu. Kelopak matanya menghitam oleh beban yang dipikulnya. Lionel sendirian.

Lionel butuh pelarian. Ia mencari ke dalam kamar sang kakak. Ia membuka setiap laci dan menemukan apa yang dicarinya. Satu pak saja, pikirnya. Lionel keluar menuju ke halaman rumahnya. Ia menghisap batang demi batang rokok yang ada dalam kotak putih itu. Lionel belum terbiasa. Ia terbatuk-batuk. Tapi ia tidak berhenti. Nafasnya sudah semakin tersengal. Lionel berhenti sejenak untuk meminum air putih, lalu melanjutkan pelariannya lagi. Ia bersiul, sambil menghisap dalam-dalam batang rokok itu. Merasakan asapnya mengepul dan mengambang di paru-parunya yang menghitam. Satu pak habis dalam dua puluh menit. Empat belas batang.

Lionel terbatuk. Dadanya sesak. Ia berbaring di kursi taman dekat pintu samping rumahnya. Lionel tak punya siapa-siapa. Ia kembali ke dalam, kali ini ke kamar sang ayah. Lionel membuka lagi laci demi laci, lemari demi lemari, dan menemukan apa yang diinginkannya. Sebotol, dan tak akan lebih, pikir Lionel. Ia beranjak ke kamarnya di ujung rumah megah itu. Ia mengambil gelas lalu menuang isi botol itu. Lionel meminumnya. Ia mencibir, pahit. Tapi ia meneruskannya. Satu gelas, dua gelas, tiga gelas. Lionel membanting gelasnya hingga berkeping-keping. Ia menenggak langsung cairan hitam itu. Ia merasakan cairan itu masuk merayapi tenggorokannya yang mulai panas, sampai di perutnya. Lionel merasakan hawa panas mengambang di antara dinding-dinding ususnya. Ia roboh. Berbaring menatap langit-langit kamar.

Kepala Lionel pening dan berat. Ia tenggelam dalam hitam yang pekat. Kegelapan itu makin pekat dan makin menariknya ke bawah. Lionel diam tak melawan. Ia tidak perduli.

Mungkin di mimpinya yang lain ia akan mengerti. Di kesempatan lain saja. Lionel sudah lelah. Ia hanya ingin beristirahat dan berharap suatu saat ia berada di dunia nyata. Ia tak mengerti mengapa takdir mempermainkannya begini. Tapi buatnya, itu nanti.

No comments: