Tuesday, March 30, 2010

Agatha

Agatha menari dalam kamarnya, diiringi lagu yang menggema keluar melewati dinding-dinding rumahnya. Kakaknya, Via, menggedor pintu kamarnya. Agatha tak perduli. Ia tak punya urusan lagi dengannya. Ata muak, kakaknya selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Ata tak berani menuntut orangtuanya. Mereka lebih menyukai Via dibanding dirinya. Berapa kali pun Ata minta pada ayah, ayahnya hanya akan berkata dirinyalah yang selalu berpikiran negatif tentang Via. Via yang baik, rapi, rajin, jago bermusik, jago menggambar. Via yang segala-galanya. Persetan itu semua, Ata berteriak dalam hati.

Ia meneruskan menari. Nafasnya mulai tersengal, tapi Ata tidak berhenti. Ia mengencangkan volume tape-nya, meredam gedoran dan teriakan di pintu. Tuan dan Nyonya Besar sedang tak ada. Aku bebas menari sesukaku, pikir Ata. Ia menari dan menghentak. Dunia berputar di sekelilingnya. Kepalanya mulai pening, tapi Ata tak mau berhenti. Mimpi ini hanya terjadi sekali seumur hidupnya, bisa berteriak sejadi-jadinya tanpa Tuan dan Nyonya yang bertanya. Ata tak akan membiarkan lelah tubuhnya membelenggu ledakan jiwanya.

Sepuluh menit. Nafas Ata makin tersengal. Lima belas menit. Sekeliling Ata mengabur dan makin menghitam. Delapan belas menit. Tubuh Ata roboh, kepalanya menghantam aquarium di sisi meja belajarnya. Aquarium itu memuntahkan airnya, kacanya hancur berantakan. Ata melihat kamarnya berubah warna menjadi merah, ataukah itu darah yang mulai mengalir dari kepalanya? Sekeliling Ata berubah gelap.

Musik masih berdentum keras. Via masih menggedor-gedor kamar adiknya.

Lionel

Lionel hidup dalam mimpinya. Ia terbangun, hanya untuk mengetahui bahwa ia masih bermimpi. Ia lelah, matanya sayu. Kelopak matanya menghitam oleh beban yang dipikulnya. Lionel sendirian.

Lionel butuh pelarian. Ia mencari ke dalam kamar sang kakak. Ia membuka setiap laci dan menemukan apa yang dicarinya. Satu pak saja, pikirnya. Lionel keluar menuju ke halaman rumahnya. Ia menghisap batang demi batang rokok yang ada dalam kotak putih itu. Lionel belum terbiasa. Ia terbatuk-batuk. Tapi ia tidak berhenti. Nafasnya sudah semakin tersengal. Lionel berhenti sejenak untuk meminum air putih, lalu melanjutkan pelariannya lagi. Ia bersiul, sambil menghisap dalam-dalam batang rokok itu. Merasakan asapnya mengepul dan mengambang di paru-parunya yang menghitam. Satu pak habis dalam dua puluh menit. Empat belas batang.

Lionel terbatuk. Dadanya sesak. Ia berbaring di kursi taman dekat pintu samping rumahnya. Lionel tak punya siapa-siapa. Ia kembali ke dalam, kali ini ke kamar sang ayah. Lionel membuka lagi laci demi laci, lemari demi lemari, dan menemukan apa yang diinginkannya. Sebotol, dan tak akan lebih, pikir Lionel. Ia beranjak ke kamarnya di ujung rumah megah itu. Ia mengambil gelas lalu menuang isi botol itu. Lionel meminumnya. Ia mencibir, pahit. Tapi ia meneruskannya. Satu gelas, dua gelas, tiga gelas. Lionel membanting gelasnya hingga berkeping-keping. Ia menenggak langsung cairan hitam itu. Ia merasakan cairan itu masuk merayapi tenggorokannya yang mulai panas, sampai di perutnya. Lionel merasakan hawa panas mengambang di antara dinding-dinding ususnya. Ia roboh. Berbaring menatap langit-langit kamar.

Kepala Lionel pening dan berat. Ia tenggelam dalam hitam yang pekat. Kegelapan itu makin pekat dan makin menariknya ke bawah. Lionel diam tak melawan. Ia tidak perduli.

Mungkin di mimpinya yang lain ia akan mengerti. Di kesempatan lain saja. Lionel sudah lelah. Ia hanya ingin beristirahat dan berharap suatu saat ia berada di dunia nyata. Ia tak mengerti mengapa takdir mempermainkannya begini. Tapi buatnya, itu nanti.

Sunday, March 28, 2010

who said so?

friends need no words.
who said so?

saya lelah dengan kebisuan Anda. saya bosan dengan pelarian-pelarian Anda. saya tidak tertarik lagi dengan keheningan. mendadak saya suka kebisingan. saya cinta teriakan.

saya ingin Anda bicara. sepatah, dua patah kata. satu cerita. saya mau tahu.

tapi perlukah saya tahu?
who said so?

ah, mendingan sibukkan diri saya dengan pekerjaan. isi kepala saya dengan warna. tuangkan ide saya dalam jemari-jemari yang menari. karena saya lelah menunggu Anda.

saya bukan orang sabar. usus saya tidak panjang, dan dada saya tidak lapang. maka saya bukan orang sabar.

who said so?

Tuesday, March 23, 2010

entah

nggak tau mau nulis apa, atau mulai darimana

seperti seolah kehabisan kata-kata
seolah jari berontak untuk mencipta

selalu ada yang mengganjal di sini
dalam ruang antara jantung dan rongganya
menghentikan atau memperlambat detaknya

aku kehilangan nafas, sesak
darah seolah malas berpacu
membuat pening kepalaku

aku tidak tahu apa yang kutulis
atau kepada siapa aku menulis

Saturday, March 20, 2010

Help

Aku mencintaimu. Walaupun hatimu selalu biru dan sekarang sudah terlalu beku.
Aku menginginkanmu. Walau hanya berawal dari ingin tahu. Aku hanya ingin tulus membantu.

Bantu aku, teman. Supaya kamu tidak harus merasa kesepian.
Aku di sini, dan tidak akan beranjak pergi. Aku tidak bermain dengan hatimu.
Tidak pula mencoba berkata palsu.

Aku hanya aku. Seperti adanya yang kamu tahu.
Tidak kurang, dan tidak akan lebih.

Thursday, March 18, 2010

Lebih Dulu - Gail Satiawaki ft. Audinia

Banyak yang tak kumengerti,, di dalam kehidupan ini
dan seolah tiada yang perduli
Namun satu hal yang pasti Kau b'ri yang terbaik untukku
cinta-Mu,, karya terindah yang tak ternoda

reff. Kau lebih dulu mengasihiku
lebih dulu mati bagiku
dan kuberikan cintaku,, meski tiada sempurna
ajari aku hidup di dalam kasih-Mu
sempurnakan hati ini,, tuk cintai-Mu selamanya..

Kini kumelangkah lagi,, berjalan tanpa 'kan terhenti
bersama-Mu kuraih semua (raih s'mua)
mimpi dan cinta.. reff.


meski rintangan menghadang langkahku
janji-Mu beriku kekuatan baru
kebaikan-Mu s'lalu mengikutiku
dan kasih karunia-Mu nyata dalamku melingkupiku slamanya.. reff.

Kau lebih dulu mengasihiku
lebih dulu mati bagiku
dan kuberikan cintaku,, meski tiada sempurna
ajari aku hidup di dalam kasih-Mu
sempurnakan hati ini,, tuk cintai-Mu selamanya..
sempurnakan hati ini,, tuk cintai-Mu selamanya..

damn bitch

damn bitch you ruined my life. you ruined my laugh.
damn bitch you sneaking and stabbing and leaving.

damn you bitch

Wednesday, March 17, 2010

prosa

ia lelah. aku lelah. kami berkeluh kesah.
aku mengerti, aku tersakiti, tapi nanti aku kembali.
aku berontak dan tersentak, kemudian benci menggelegak.

tapi ia tidak. kurasa otaknya rusak.
atau justru aku yang tak tergerak?

aku menunggu, seperti orang bisu.
aku tidak akan pergi, hanya sendiri dalam sepi.
tapi nanti aku kembali.

hidupku.
selalu begitu.

i'm not a diary

entah aku bodoh ataukah naif. entah kurang mengerti atau sekedar iri hati.

aku berdansa di tengah langit malam. sendiri dan sepi seperti biasa. dingin, kurasa.
aku tidak tahu, aku menunggu. kamu tak ada di situ. tapi tidak lain waktu.

aku menari bersama rembulan. ditengah malam yang sudah kelam. tak ada cukup matahari, hanya bintang-bintang yang bergumam sepi. kamu tetap tak datang dan kita tetap tak berjumpa.

Tuesday, March 16, 2010

Dalam Hujan

Malam ini seperti biasa aku merenung. Hujan tak kunjung reda, dan malam semakin larut.
Aku memanjat keluar jendela kamarku. Titik-titik hujan menimpa kepala dan sekujur tubuhku. Segera saja seluruh tubuhku basah oleh air hujan. Dingin dan menggigil. Tapi aku tidak perduli.

Satu setengah tahun lalu aku mengenalnya. Sekarang aku seperti tak pernah tahu siapa dirinya. Sejujurnya mungkin aku memang tak pernah tahu. Kita hidup, kita mengenal orang-orang, kita mencari teman, kita bercanda, kita tertawa. Itu dulu. Sebelum kita dewasa.
Semakin tua, aku semakin kesal dengan tingkahnya. Kita tak lagi kita. Aku adalah aku dan kamu ialah kamu. Kita menyakiti, kita menyiksa, kita tersiksa, kita menangis, kita terisak, kita menusuk, kita meninggalkan.

Dan hujan turun semakin deras. Mengaburkan pandanganku ke langit luas, menutup bintang-bintang yang kuharapkan akan ada di sana. Lalu aku kembali masuk ke dalam kamarku.

Masih basah. Masih dingin. Masih menggigil.
Tak ada kamu. Tak ada aku. Hanya bisu.

Saturday, March 13, 2010

efek bosan

di tengah kebosanan aku menulis. banyak hal yang mengganggu belakangan ini. aku tidak tahu, mungkin memang aku tidak cocok di lingkungan ini.
semuanya begitu cepat, tak mudah dimengerti. hanya kilatan-kilatan peristiwa, namun cukup melukai.
melukai rasa percaya, melukai hati nurani, melukai diri sendiri. sampai timbul rasa bersalah. menusuk dalam, tak mau pergi.

aku tetap tinggal, dengan keengganan yang samar. memang tak mau pergi, hanya butuh waktu sendiri. tapi sampai kapan?

aku hanya manusia, tak punya hak menilai dan memojokkan. membenarkan atau menyalahkan. menghukum atau menghujat.
tapi aku bukan Tuhan. tidak pernah suci, tidak pernah begitu putih.

aku hanya manusia, ijinkan aku lebih mengerti.



Tuhan, tolong sertai aku.

Friday, March 12, 2010

to you

you'll never know what i feel if you never try.
but have you tried?

i don't think so.
or is it me the one who's mistaken?

answer me, silent wall.
answer me, still statue.

because i don't know.
i can't figure out.

i wish you will try.
for once, at least.

so then i can say goodbye.
or stay here a little while.

Sunday, March 7, 2010

Tiga tahun

Hari lalu aku diantar oleh seorang satpam ke rumah teman. Satpam itu, aku lupa namanya, berasal dari Maluku Tenggara. Begitu naik ke motor, dia bertanya apakah aku sekolah di Stella Marris. (Ya Tuhan, emangnya aku tampak begitu kecil?)
Aku bilang aku kuliah. Dia tanya, di UMN? Ya. Berapa setahunnya? Tujuh.
Dia dengan nada biasa bercerita, kalau saya tak akan mampu bayar segitu. Kuliah yang murah saja saya tak mampu. (Memangnya aku mampu? batin saya)
Dia tanya, umur berapa? Tahun ini dua puluh. Loh, nggak beda jauh donk kita, cuma beda tiga tahun. Bapak kelahiran 87? Iya. (Saya membatin, astaga cuma tiga tahun bedanya)
Kemudian ia bertanya lagi, Kristen? Katolik, Pak. Oh, sama donk kita.
Dia cerita, dan terus cerita, betapa susah menemukan orang Katolik di sini sebab mayoritas Kristen. Dia cerita, semua keluarganya di Maluku sana menjadi koster atau suster. Dia sendiri yang jadi satpam.
Aku pun cerita, pernah punya teman dari Flores yang katanya di daerah sana itu kalau ada anggota keluarga yang jadi anggota Gereja (koster, suster, bruder, apalagi pastur) dapat mengangkat derajat seluruh keluarganya. Dia bilang, betul itu. (Dengan logat ambonnya yan khas sekali, hampir tertawa aku mendengarnya.) Kemudian aku bilang ada juga dosen UMN yang dari Ambon, dia tanya, apa marganya? Aku bilang Arkyuwen. Lalu aku bilang tadinya aku tidak tahu nama macam apa Arkyuwen itu, dia dengan bangga memberitahuku kalau cuma kami orang Maluku Tenggara yang tahu marga-marga itu.

Lalu dia tanya, ke Gereja mana? Kalau di sini jarang, karena Gerejanya jauh. Wah, janganlah jarak menjadi penghalang ke Gereja. Saya dari Ciunyi ke Gereja di Sukabumi. (Sejujurnya saya tak tahu sejauh apa itu, tapi saya malu. Maka tadi saya ke Gereja.)
Puasa dan pantang? Iya, sedang diusahakan. Bagus, seperti saya. Saya belum makan dari pagi, biasa makan tengah malam, sehabis jalan salib di rumah. Bapak jalan salib? Iya, setiap malam. Terus gimana caranya? Ya berdoa saja, yang penting menghayati. Kan ada 14 perhentian, Bapak keliling-keliling rumah? Tentu nggak, di situ saja doanya.


Saya lalu berefleksi. Tiga tahun nggak terlalu jauh beda usianya dengan saya. Saya mengenal sesorang yang selisihnya juga tiga tahun dengan saya. Saya berpikir,
Yang satu hanya suka berfoya, bermanja-manja. Yang lain bekerja keras, berpanas ria sampai hitam legam kulitnya. Yang satu belum bisa apa-apa, yang lain bisa mencari makan kemana-mana. Yang satu jauh dari matang, yang lain sudah siap dan mantap.

Maaf kalau tersinggung, yang aku tulis hanya sebuah fakta.

tentang dia

saya bosan mendengar keluh kesah
dalam kepala saya yang lelah, lagi-lagi keluh kesah
hal yang sama
masalah yang tak beda

tentang dia yang tak pernah tahu
adanya tulisan-tulisan saya yang jemu
kadang saya merasa tak mampu
dia tak pernah seperti yang saya mau

saya tidak terima
tidak mau mengerti dia
saya menuntut
tapi tak pernah menurut

ah, apalah saya ini??
mestinya tak berhak meminta lagi
seharusnya bisa mengerti
tapi apalah saya ini??

Tuesday, March 2, 2010

sang penari

jangan berhenti menari jika menari membawa sedikit energi
jangan berhenti menari jika itu membantu melepas benci

biar saja darah berpacu memenuhi otak
pusing, berputar seolah dunia retak

biar saja pingsan rebah di tanah
tertawa sengau dengan pipi yang basah

boleh saja berteriak sampai suara serak
sampai nadi dan tulang bergemeretak

asal jangan berhenti bergerak
jangan berhenti bernafas sesak