Malam ini seperti biasa aku merenung. Hujan tak kunjung reda, dan malam semakin larut.
Aku memanjat keluar jendela kamarku. Titik-titik hujan menimpa kepala dan sekujur tubuhku. Segera saja seluruh tubuhku basah oleh air hujan. Dingin dan menggigil. Tapi aku tidak perduli.
Satu setengah tahun lalu aku mengenalnya. Sekarang aku seperti tak pernah tahu siapa dirinya. Sejujurnya mungkin aku memang tak pernah tahu. Kita hidup, kita mengenal orang-orang, kita mencari teman, kita bercanda, kita tertawa. Itu dulu. Sebelum kita dewasa.
Semakin tua, aku semakin kesal dengan tingkahnya. Kita tak lagi kita. Aku adalah aku dan kamu ialah kamu. Kita menyakiti, kita menyiksa, kita tersiksa, kita menangis, kita terisak, kita menusuk, kita meninggalkan.
Dan hujan turun semakin deras. Mengaburkan pandanganku ke langit luas, menutup bintang-bintang yang kuharapkan akan ada di sana. Lalu aku kembali masuk ke dalam kamarku.
Masih basah. Masih dingin. Masih menggigil.
Tak ada kamu. Tak ada aku. Hanya bisu.
Aku memanjat keluar jendela kamarku. Titik-titik hujan menimpa kepala dan sekujur tubuhku. Segera saja seluruh tubuhku basah oleh air hujan. Dingin dan menggigil. Tapi aku tidak perduli.
Satu setengah tahun lalu aku mengenalnya. Sekarang aku seperti tak pernah tahu siapa dirinya. Sejujurnya mungkin aku memang tak pernah tahu. Kita hidup, kita mengenal orang-orang, kita mencari teman, kita bercanda, kita tertawa. Itu dulu. Sebelum kita dewasa.
Semakin tua, aku semakin kesal dengan tingkahnya. Kita tak lagi kita. Aku adalah aku dan kamu ialah kamu. Kita menyakiti, kita menyiksa, kita tersiksa, kita menangis, kita terisak, kita menusuk, kita meninggalkan.
Dan hujan turun semakin deras. Mengaburkan pandanganku ke langit luas, menutup bintang-bintang yang kuharapkan akan ada di sana. Lalu aku kembali masuk ke dalam kamarku.
Masih basah. Masih dingin. Masih menggigil.
Tak ada kamu. Tak ada aku. Hanya bisu.
No comments:
Post a Comment